Kamis, 19 Januari 2017

Tentara Kristus


Fr. Mikael Ardi, Pr
Awalnya tidak pernah terpikirkan dalam benak tentang ketertarikanku ingin menjadi seorang pastor. Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMA, aku sudah bercita-cita ingin menjadi seorang tentara. Sehingga ketika sebelum lulus sekolah menengah atas (SMA), segalanya sudahku persiapkan dengan baik dan matang.


Ada pun persiapan itu ialah, persiapan fisik dan mental, yaitu dengan cara mengikuti ekstrakulikuler karate di sekolah. Dan selain itu juga, untuk lebih membuat segalanya menjadi mantap, maka ku tambahkan dengan rajin mengikuti kegiatan gereja.  Dari hal itu, aku juga mulai tertarik untuk semakin banyak belajar bagaimana cara memimpin ibadat, atau pun hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sembahyang. Pengalaman itupun langsung ku praktekan di sekolah. Kebetulan pada waktu itu ketika di sekolah, aku ditunjuk oleh teman-teman untuk memimpin ibadat bersama di sebuah kapel milik stasi yang kebetulan berdekatan dengan gedung sekolahku. Bagiku ini kesempatan yang luar bisa, dan aku berharap dengan semakin dekatnya relasiku terhadap Tuhan, maka segala cita-cita yang aku impikan dapat diwujud-nyatakan. Perasaanku pada waktu itu bahagia sekali, oleh karena pengalaman pertamaku memimpin banyak orang. Meskipun ada perasaan grogi tetapi hal tersebut tidak bisa menghalagiku dalam berekspresi di atas mimbar. Pengalaman memimpin ibadat membuatku menjadi ketagihan, dan rasanya aku mau terus memimpin kegiatan-kegiatan yang sifatnya menggereja.

 Menjelang akhir masa sekolah, aku kembali mengingat cita-cita yang dulu pernah menjadi impianku. Namun, perasaan yang ku miliki ketika mengingat cita-citaku tersebut, ternyata rasanya tidak sesemangat dulu lagi. Aku lebih mengingat-ngingat pengalaman ketika memimpin ibadat di sekolah. Dan sepertinya aku merasa bahagia dengan pengalaman tersebut. Dan pada saat itu juga, aku mengatakan kepada kedua orang tuaku, bahwa Aku mengurung niat untuk menjadi seorang tentara. Mereka pun bertanya padaku, “Memangnya Kamu mau jadi apa toh (sebutan orang tuaku ketika memanggilku)?”. Dengan tenagnya Ku katakan kepada mereka, bahwa itu bukan pilihan yang tepat, maka untuk itu Aku masih mencari pilihan yang tepat dan pastinya memberikan kebahagian pada diriku dalam menjalaninya. Jawaban yang sedikit arogan, tapi perasaanku pada saat itu sedang gembira. “Ya,,terserah Kamulah toh”, sahut ibuku. Dan pada saat itu, Aku belum mempunyai gambaran sedikit pun untuk menjadi seorang pastor.

Pada suatu ketika, ada seorang Pastor yang berkunjung ke stasi tempat aku tinggal. Dan waktu itu aku pun diminta oleh ketua umat untuk mengiringi (organis) dalam perayaan Ekaristi tersebut. ketika perayaan Ekaristi berlangsung, perasaanku tiba-tiba melonjak kegirangan seperti sedang mendapatkan keberuntungan yang luar biasa. Mungkin perasaan ini juga yang dialami oleh Elisabet serta bayi yang ada di dalam kandungannya, ketika ia dikunjungi oleh Bunda Maria. Akan tetapi waktu itu aku tidak terlalu mengerti akan perasaan ini.  Bayanganku tidak terfokus pada hal-hal tersebut, melainkan beranggapan bahwa mungkin keberuntungan yang akan aku alami terjadi pada hari ini. Dan, ketika Misa selesai, pastor pun itu menghampiriku. ia berkata, “Siapa nama mu?”, aku langsung mengatakan, “Namaku, Ardi”. Dan ternyata, Pastor itu memberikan pujian kepadaku, bahwa iringan orgen yang kubawakan tadi lumanyan baik katanya. Mendengar itu, aku pun tersenyum dan merasa senang dengan pujian tersebut.

Beberapa minggu kemudian, bapak ketua umat mengunjungiku di rumah. Ia memintaku agar aku dapat menghadiri rekoleksi di paroki, yaitu pelatihan pembina PIA dan pelatihan pemimpin umat. Aku pun menerima permintaan itu. Dan ketika aku mengikuti pelatihan itu, kebahagiaan yang dulu pernah Aku alami ketika mengikuti perayaan Ekaristi di stasi, ternyata muncul kembali. Dan rupanya hal itu datang ketika pastor sedang meguduskan persembahaan Ekaristi. Aku pun terkejut, “Apakah mungkin itu?”.

Tiga bulan kemudian, aku jatuh sakit. Pengalaman sakit yang Ku alami hampir membuatku hilang harapan dan patah semangat, dan rasanya hidup ini tidak ada artinya. Dua bulan lebih aku berbaring di tempat tidur, dan dua buah rumah sakit telah ku kunjungi demi mencari kesembuhan. Akan tetapi, tidak ada perubahan sama sekali dalam diriku. Pada masa-masa pengobatan, aku mengunjungi seorang suster yang kebetulan adik kandung mamaku sendiri. Ketika di sana, Aku meminta bantuan Suster agar mendoakanku supaya cepat sembuh. Saat itu Aku diberikan sebuah buku doa dan gelang rosario oleh Suster tersebut. Dengan bantuan buku doa dan gelang rosario yang diberikan itu, aku pun banyak menghabiskan waktuku untuk berdoa kepada Tuhan Yesus dan melalui perantaraan Bunda Maria memohon supaya aku lekas sembuh. Dan pada suatu malam, aku berlutut dan berdoa di depan Salib yang berdiri di atas meja belajarku, dan aku memohon agar Tuhan Yesus mau mendengarkan doaku, dan aku juga berjanji bahwa apabila aku sembuh, maka seluruh jiwa raga ini akan Ku persembahkan kepada-Nya. Dua minggu kemudian, kedua orang tuaku kembali membawaku untuk berobat ke rumah sakit. Apa yang terjadi, ternyata setelah tiga hari berobat, kondisi kesehatanku mulai membaik. Hatiku sungguh bahagia, dan Aku juga yakin bahwa Tuhan telah mendengarkan dan mengabulkan doaku. Waktu terus berlalu, akhirnya akupun dinyatakan sembuh 100% oleh dokter spesialis penyakit paru-paru. “Tuhan terima kasih”, ucapan syukurku.

Ketika makan malam bersama keluarga di rumah, aku pun dengan tenagnya mengatakan di hadapan kedua orang tuaku dan kedua adikku, bahwa Aku mau menjadi Imam. Mereka terkejut, dan sepertinya ekspresi wajah mereka bahagia mendengar ungkapanku tadi. Dan mereka pun bertanya terus-menerus untuk menyakinkanku akan ucapanku itu. Waktu itu Aku sangat bahagia sekali karena keluargaku menyetujui pilihan hidup yang Aku pilih ini. Semuanya berjalan dengan lancar bahkan mantan pacarku waktu SMA pun setuju. Dan syukur kepada Allah, bahwa dari tahun 2013 sampai sekarang 2017 aku masih diberikan kekuatan dan kebahagian dalam menjalani panggilan sebagai seorang Frater (calon pastor). Aku juga memohon kepada seluruh umat di KAP supaya mendukung dan mendoakan kami para Fraters KAP yang ada di Seminari Tinggi Giovanni XXIII Malang. Salam Fraters,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,untuk seluruh umat KAP.


 Fr. Mikael Ardi, Pr. KAP di Seminari Tinggi Giovanni XXIII Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar