Fr. Mikael Ardi, Pr |
Awalnya tidak pernah terpikirkan dalam
benak tentang ketertarikanku ingin menjadi seorang pastor. Dulu ketika aku masih
duduk di bangku SMA, aku sudah bercita-cita ingin menjadi seorang tentara. Sehingga
ketika sebelum lulus sekolah menengah atas (SMA), segalanya sudahku persiapkan
dengan baik dan matang.
Ada pun persiapan itu ialah, persiapan
fisik dan mental, yaitu dengan cara mengikuti ekstrakulikuler karate di sekolah.
Dan selain itu juga, untuk lebih membuat segalanya menjadi mantap, maka ku tambahkan
dengan rajin mengikuti kegiatan gereja. Dari
hal itu, aku juga mulai tertarik untuk semakin banyak belajar bagaimana cara
memimpin ibadat, atau pun hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sembahyang. Pengalaman
itupun langsung ku praktekan di sekolah. Kebetulan pada waktu itu ketika di
sekolah, aku ditunjuk oleh teman-teman untuk memimpin ibadat bersama di sebuah
kapel milik stasi yang kebetulan berdekatan dengan gedung sekolahku. Bagiku ini
kesempatan yang luar bisa, dan aku berharap dengan semakin dekatnya relasiku terhadap
Tuhan, maka segala cita-cita yang aku impikan dapat diwujud-nyatakan. Perasaanku
pada waktu itu bahagia sekali, oleh karena pengalaman pertamaku memimpin banyak
orang. Meskipun ada perasaan grogi
tetapi hal tersebut tidak bisa menghalagiku dalam berekspresi di atas mimbar.
Pengalaman memimpin ibadat membuatku menjadi ketagihan, dan rasanya aku mau
terus memimpin kegiatan-kegiatan yang sifatnya menggereja.
Menjelang
akhir masa sekolah, aku kembali mengingat cita-cita yang dulu pernah menjadi impianku.
Namun, perasaan yang ku miliki ketika mengingat cita-citaku tersebut, ternyata
rasanya tidak sesemangat dulu lagi. Aku lebih mengingat-ngingat pengalaman
ketika memimpin ibadat di sekolah. Dan sepertinya aku merasa bahagia dengan
pengalaman tersebut. Dan pada saat itu juga, aku mengatakan kepada kedua orang
tuaku, bahwa Aku mengurung niat untuk menjadi seorang tentara. Mereka pun
bertanya padaku, “Memangnya Kamu mau jadi
apa toh (sebutan orang tuaku ketika memanggilku)?”. Dengan tenagnya Ku katakan
kepada mereka, bahwa itu bukan pilihan yang tepat, maka untuk itu Aku masih
mencari pilihan yang tepat dan pastinya memberikan kebahagian pada diriku dalam
menjalaninya. Jawaban yang sedikit arogan,
tapi perasaanku pada saat itu sedang gembira. “Ya,,terserah Kamulah toh”, sahut ibuku. Dan pada saat itu, Aku
belum mempunyai gambaran sedikit pun untuk menjadi seorang pastor.
Pada suatu ketika, ada seorang Pastor
yang berkunjung ke stasi tempat aku tinggal. Dan waktu itu aku pun diminta oleh
ketua umat untuk mengiringi (organis) dalam perayaan Ekaristi tersebut. ketika
perayaan Ekaristi berlangsung, perasaanku tiba-tiba melonjak kegirangan seperti
sedang mendapatkan keberuntungan yang luar biasa. Mungkin perasaan ini juga
yang dialami oleh Elisabet serta bayi yang ada di dalam kandungannya, ketika ia
dikunjungi oleh Bunda Maria. Akan tetapi waktu itu aku tidak terlalu mengerti akan
perasaan ini. Bayanganku tidak terfokus
pada hal-hal tersebut, melainkan beranggapan bahwa mungkin keberuntungan yang akan
aku alami terjadi pada hari ini. Dan, ketika Misa selesai, pastor pun itu
menghampiriku. ia berkata, “Siapa nama
mu?”, aku langsung mengatakan, “Namaku,
Ardi”. Dan ternyata, Pastor itu memberikan pujian kepadaku, bahwa iringan
orgen yang kubawakan tadi lumanyan baik katanya. Mendengar itu, aku pun tersenyum
dan merasa senang dengan pujian tersebut.
Beberapa minggu kemudian, bapak ketua
umat mengunjungiku di rumah. Ia memintaku agar aku dapat menghadiri rekoleksi
di paroki, yaitu pelatihan pembina PIA dan pelatihan pemimpin umat. Aku pun
menerima permintaan itu. Dan ketika aku mengikuti pelatihan itu, kebahagiaan
yang dulu pernah Aku alami ketika mengikuti perayaan Ekaristi di stasi,
ternyata muncul kembali. Dan rupanya hal itu datang ketika pastor sedang
meguduskan persembahaan Ekaristi. Aku pun terkejut, “Apakah mungkin itu?”.
Tiga bulan kemudian, aku jatuh sakit.
Pengalaman sakit yang Ku alami hampir membuatku hilang harapan dan patah
semangat, dan rasanya hidup ini tidak ada artinya. Dua bulan lebih aku
berbaring di tempat tidur, dan dua buah rumah sakit telah ku kunjungi demi
mencari kesembuhan. Akan tetapi, tidak ada perubahan sama sekali dalam diriku.
Pada masa-masa pengobatan, aku mengunjungi seorang suster yang kebetulan adik
kandung mamaku sendiri. Ketika di sana, Aku meminta bantuan Suster agar
mendoakanku supaya cepat sembuh. Saat itu Aku diberikan sebuah buku doa dan
gelang rosario oleh Suster tersebut. Dengan bantuan buku doa dan gelang rosario
yang diberikan itu, aku pun banyak menghabiskan waktuku untuk berdoa kepada
Tuhan Yesus dan melalui perantaraan Bunda Maria memohon supaya aku lekas
sembuh. Dan pada suatu malam, aku berlutut dan berdoa di depan Salib yang
berdiri di atas meja belajarku, dan aku memohon agar Tuhan Yesus mau
mendengarkan doaku, dan aku juga berjanji bahwa apabila aku sembuh, maka
seluruh jiwa raga ini akan Ku persembahkan kepada-Nya. Dua minggu kemudian,
kedua orang tuaku kembali membawaku untuk berobat ke rumah sakit. Apa yang
terjadi, ternyata setelah tiga hari berobat, kondisi kesehatanku mulai membaik.
Hatiku sungguh bahagia, dan Aku juga yakin bahwa Tuhan telah mendengarkan dan
mengabulkan doaku. Waktu terus berlalu, akhirnya akupun dinyatakan sembuh 100% oleh
dokter spesialis penyakit paru-paru. “Tuhan
terima kasih”, ucapan syukurku.
Ketika makan malam bersama keluarga di
rumah, aku pun dengan tenagnya mengatakan di hadapan kedua orang tuaku dan
kedua adikku, bahwa Aku mau menjadi Imam. Mereka terkejut, dan sepertinya
ekspresi wajah mereka bahagia mendengar ungkapanku tadi. Dan mereka pun
bertanya terus-menerus untuk menyakinkanku akan ucapanku itu. Waktu itu Aku
sangat bahagia sekali karena keluargaku menyetujui pilihan hidup yang Aku pilih
ini. Semuanya berjalan dengan lancar bahkan mantan pacarku waktu SMA pun
setuju. Dan syukur kepada Allah, bahwa dari tahun 2013 sampai sekarang 2017 aku
masih diberikan kekuatan dan kebahagian dalam menjalani panggilan sebagai
seorang Frater (calon pastor). Aku juga memohon kepada seluruh umat di KAP
supaya mendukung dan mendoakan kami para Fraters KAP yang ada di Seminari
Tinggi Giovanni XXIII Malang. Salam Fraters,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,untuk
seluruh umat KAP.
Fr. Mikael Ardi, Pr. KAP di Seminari Tinggi
Giovanni XXIII Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar