Minggu, 26 Maret 2017

Perbedaan Bukan Sumber Kelaliman

                                                            Paulus Mashuri

Civil society haruslah diwujudkan dalam tata kehidupan yang demokratis, kehidupan yang menjamin hak-hak warga seadil-adilnya tanpa membedakan unsur-unsur primordial apa pun.

Perbedaan suku, rasa, agama, dan budaya seseorang bukanlah sumber kelaliman di antara sesame manusia. Orang yang menganggap, bahkan mengakuinya bahwa perbedaan sebagai sumber kelaliman sama dengan menuduh Tuhan sumber kesengsaraan umat-Nya. Persoalan sosial di dalam masyarakat yang pluralis lebih karena adanya kesenjangan dan ketidakadilan, terutama ketidakadilan sosial ekonomi.


Dalam kehidupan umat beragama, seseorang lebih sering mengedepankan simbol keagamaan daripada nilai-nilai keutamaannya. Sebagai contoh, orang sering mempersoalkan, mempertentangkan cara mengucapkan kata ‘Allah’. Orang terjebak pada cara mengucapkan, bukan lebih menggali hal yang mendasar di balik kata ‘Allah’ itu sendiri.

Wawasan kebangsaan dan pengembangan civil society haruslah diwujudkan dalam tata kehidupan yang demokratis, kehidupan yang menjamin hak-hak warga seadil-adilnya tanpa membedakan unsur-unsur primordial apa pun. Jika hal ini tidak ditegakkan, akan terjadi keputusan kolektif yang mendalam, terutama di kalangan rakyat kecil.

Gangguan dalam hubungan antarumat beragama, terutama disebabkan adanya prasangka, kecurigaan, perasaan takut, ditambah dengan ‘permainan politik’. Kalau hal ini dibiarkan terus-menerus, bukan saja merusak hubungan antarumat beragama, tetapi membawa perpecahan dalam kehidupan berbangsa. Masalah dan tantangan dasar dalam masyarakat adalah gejala komunalisme. Konflik-konflik social yang terjadi di berbagai daerah tidak bersifat religious dan ideologis, melainkan komunalistik. Ada gejala sosio-psikologis, seseorang atau kelompok orang tidak mampu menghayati diri sebagai ‘kita saudara sebangsa’ atau sama-sama manusia yang bermartabat.

Konflik-konflik sosial yang kerap terjadi saat ini di Indonesia, hanya bisa diatasi kalau komitmen dasar pada demokrasi, pengakuan akan pluralitas (kemajemukan), dan inklusivisme dipegang teguh dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Setiap orang harus bersedia menerima pluralitas bangsa. Artinya, menerima cara hidup bersama dan sistem hukum yang mendasarinya dapat diterima semua komponen bangsa.


Semua agama saat ini menghadapi musuh yang sama, yaitu atheisme modern, sekularisme, hedonism, materialism, dan semua pengaruh yang menjauhkan hubungan antarmanusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar