“Bernaung dalam Tuhan akan diselamatkan
sampai anak cucu”
Siapa
lagi jika bukan umat sendiri yang mengurus gereja. Gereja sangat butuh
partisipasi umat yang rela berkorban waktu, tenaga dan pikiran. Menjadi
pengurus gereja bukanlah sesuatu yang mudah. Karena tidak mudah lah sedikit
kepala keluarga yang terlibat saat kepengurusan gereja, apalagi sebagai ketua
umat di stasi adalah tugas perutusan yang dianggap sangat beresiko.
Karena
tenaga, waktu, pikiran bahkan biaya pribadi pun terkeluarkan hanya untuk
mengurus gereja. Itulah sekilas keluhan dari Sunardi Budi sebagai ketua Umat
pada Stasi Retok Babante. Bapak kelahiran 1-11-1970 ini mengaku sudah 6 tahun
menjadi ketua umat dan sudah dua kali mencoba untuk mengundurkan diri dari
ketua umat tepatnya pada tahun 2013 dan 2014. Namun, sekalipun ia mengundurkan
diri tidak seorang pun dari BAPAKAT yang bersedia mengganti posisinya menjadi
ketua umat.
Sebetulnya bapak sunardi budi bukanlah asli penduduk
retok babante, namun sejak tahun 1976 ia pindah dari Sanggau ke kubu raya yang
awalnya hanya bekerja pada suatu perusahaan kemudian perusahaan tersebut
mendapat masalah dan beliau adalah salah satu dari karyawan tersebut yang di
PHK. Kemudian setelah peristiwa itu ia masuk ke desa retok babante dan
berdomisili sampai sekarang. Kemudian seiring berjalannya waktu, ia dipercaya
untuk menjadi ketua umat pada stasi Santo Petrus Babante. Selama 6 tahun sudah
menjadi ketua umat pada stasi retok babante, ia masih saja menjadi ketua umat,
dan sekarang sudah memasuki tahun 2017 maka bertambahlah jumlah tahun saat
menjadi ketua umat.
Sekalipun sudah sekian lama menjadi ketua umat,
tetapi beliau yakin bahwa setiap yang ia perbuat akan menghasilkan buah yang
tidak terhitung banyaknya dari Tuhan. Dari keyakinan itulah yang membuatnya
untuk kembali meneruskan tugasnya sebagai ketua umat saat belum ada yang siap
menjadi pengganti. Apa yang ia tabur sekarang suatu saat akan ia tuai. Meskipun
sudah dua kali ia hendak mengundurkan diri kepada paroki untuk tidak menjadi
ketua umat lagi, namun melihat tidak ada satupun yang mau menggantikannya, ia
pun tidak tega melihat tanggung jawab ditinggalkan begitu saja. Kepada duta ia
mengaku bahwa, ada suka dan duka saat menjadi ketua umat. Sukanya adalah ketika
apa yang ia butuhkan terpenuhi, tidak tahu dari mana dan asal rezeki itu selalu
ada jalan dan berkat yang ia beserta keluarganya rasakan. Sejalan dengan itu
perasaan lega dalam hati muncul saat bisa menolong orang lain baik yang sedang
sakit, mengurus perkawinan, dan bahkan
orang meninggal sekalipun. Ia memiliki prinsip, apa yang ia kerjakan
sekarang pasti Tuhan mempunyai maksud tertentu untuk masa depan untuk anak dan
cucu nanti.
Namun, suka akan selalu berdampingan dengan duka dan
tidak sedikit juga kesukaran yang ia dapat menjadi ketua umat yaitu tantangan
untuk mengajak keterlibatan umat saat ada kegiatan gereja, sangat sedikit yang
mau terlibat. Tetapi jika ada kematian, tidak sedikit umat yang menyuruh pak
budi untuk mengurusnya sampai selesai. Itulah yang menjadi kekesalan pak budi,
anggap saja jika kalau ada perlunya baru mau menghubungi ketua umat. Tetapi saat
diperlukan untuk mengikuti kegiatan gereja sangat sulit untuk mengumpulkan
umat. Meskipun begitu, ia tetap tidak menuntut hak atas kemauan orang lain.
Sebab ia juga
menyadari bahwa bekerja untuk gereja tidaklah dibayar layaknya PNS atau jabatan
lain. Ini adalah kerja untuk Tuhan dan bukan untuk dunia. Begitulah yang ia
rasakan menjadi ketua umat selama 6 tahun. Ia berharap selain umat mau terlibat
dalam kegiatan gereja dan gotong royong dalam gereja, ada juga umat yang
bersedia menggantikannya saat usai periode jabatan ketua umatnya.
SAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar