“Membangun
Keluarga Kristiani Berdasarkan Nilai Rumah Panjang yang Injili Menuju Keutuhan
Ciptaan”
Pada tg. 1 Maret 2017 yang akan datang kita
merayakan Hari Rabu Abu, tanda
dimulainya masa prapaskah yang lebih sering dikenal dengan“masa puasa” selama 40 hari. Masa puasa adalah masa dimana kita, seluruh
umat kristiani diberi kesempatan secara khusus untuk mengadakan permenungan,
mawas diri, meninjau kembali hidup keagamaan kita, apakah sudah sesuai dengan
apa yang kita imani. Masa puasa selalu diwarnai suasana matiraga, ulah tapa dan
semangat doa sebagai ungkapan bahwa dihadapan Allah kita hanyalah debu, penuh
dosa dan perlu melakukan pertobatan.
Masa puasa adalah masa dimana kita yang dalam hidup keagamaan sudah menempuh jalan
yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, diajak untuk kembali/berbalik kejalan
yang benar. Seperti yang disabdakan Tuhan: ”berbaliklah kepadaKu dengan segenap
hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan mengaduh”(Yoel.2, 12).
Seperti tahun yang sudah-sudah setiap
tahun, dalam masa puasa gereja menentukan tema khusus yang diharapkan mendapat
perhatian khusus tanpa mengenyampingkan tema-tema umum tentang pertobatan.
Tahun ini tema khusus yang berlaku untuk
seluruh Keuskupan di Kalimantan adalah “Membangun
Keluarga Kristiani berdasarkan nilai rumah panjang yang Injili menuju keutuhan
ciptaan”.
Kenapa temanya berhubungan dengan keluarga?
Karena
“Keluarga-keluarga sangat
penting sebagai pusat suatu iman yang hidup, tempat pewartaan iman, pembinaan
kebajikan dan kasih kristiani atau menjadi persekutuan pribadi-pribadi sebagai
tanda dan citra persekutuan Allah Tritunggal”(Katekismus Gereja Katolik
1656,1666,2685,2205).
Keluarga adalah “gereja kecil” dengan anggotanya yang sedikit, bapa, ibu dan
anak-anak. Walaupun kecil namun sangat menentukan “gereja besar”, Keluarga besar umat Allah secara khusus dan
masyarakat luas pada umumnya. Keluarga yang sehat, penuh dengan kedamaian dan
kasih, saling melayani, bersemangat pengorbanan, saling mengampuni dan
berkeadilan, sangat berperan terhadap gereja dalam arti yang lebih luas, dan
masyarakat dimana keluarga itu berada.
Tidak dapat disangkal bahwa banyak keluarga
dewasa ini masih manghadapi banyak tantangan bahkan kesulitan yang seakan-akan
tak ada jalan keluarnya.
Tantangan atau kesulitan tersebut antara lain: adanya relasi dalam keluarga yang
tidak harmonis, masalah yang berhubungan dengan kesetiaan dalam hidup
perkawinan, beban ekonomi, lunturnya semangat pengorbanan, lingkungan pergaulan
yang tidak sehat dll.
Sehubungan dengan lingkungan pergaulan yang
tidak sehat ini dan yang akan menjadi beban bahkan penderitaan dalam keluarga, kami
ingin menggaris bawahi akan adanya bahaya bahwa cukup banyak anggota-anggota
keluarga kita, terutama anak-anak muda yang terlibat dalam obat-obat
terlarang/narkoba, yang sampai saat ini pengaruhnya belum bisa dibendung.
Menghadapi tantangan tersebut, Keluarga
Kudus dari Nazareth, Maria, Yosep dan Yesus harus menjadi teladan dan panutan
setiap keluarga Katolik. Satuasinya dan zamannya memang jauh berbeda, tetapi
kwalitas tantangan yang dihadapi tidak jauh berbeda.
Kesulitan-kesulitan tersebut dialami antara
lain karena banyaknya nilai-nilai luhur yang seharusnya ada dalam keluarga,
dewasa ini sudah ditinggalkan karena
pengaruh perkembangan di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan tehnology serta globalisasi(hidup dalam persaingan) yang
tidak terbendung.
Sangat memprihatinkan bahwa hubungan satu
sama lain yang seharus nya di dasarkan pada cintakasih, sudah berubah menjadi
hubungan yang didasarkan untung-rugi.
Kalau dalam tema APP(Aksi Puasa
Pembangunan) tahun 2017 ini “nilai-nilai rumah
panjang”(istilah lain yang dipakai adalah”rumah betang”) yang injili ditawarkan untuk menjadi salah satu dasar
untuk membangun keluarga, tentu tidak dimaksudkan untuk mengkerdilkan nilai-nilai
yang sudah ada dan kaya dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru. Apalagi tidak dimaksudkan untuk menempatkan “rumah panjang” sebagai yang
paling sempurna, seakan-akan mengenyampingkan bahwa dalam budaya-budaya lain
yang beraneka ragam tidak ada nilai luhur yang universal yang bisa dijadikan
acuan.
Rumah Panjang yang masih ada di beberapa
tempat di Kalimantan Barat ini memancarkan banyak nilai-nilai yang sungguh bisa
membantu dan menyadarkan kita bahwa kita manusia diciptakan Allah sesuai dengan
“gambarNya”(Kej.1,26) sehingga pada diri setiap orang ada sifat Keallahan yang
adalah”kasih”. Dalam setiap orang dan karya-karyanya ada nilai-nilai luhur yang
memancarkan sifat Keallahan.
Dari sekian banyak nilai-nilai luhur yang
ada dan mewarnai kehidupan di rumah panjang disini bisa kami sebut beberapa
diantaranya, yaitu: semangat persaudaraan, gotong royong, berbela rasa,
berkorban untuk kepentingan bersama, hidup takut akan Tuhan(Sang Penguasa
Bumi), menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok. Tidak
melanggar kesepakatan yang telah dibuat
bersama, sikap mau mengampuni serta kepedulian terhadap alam sekitarnya.
Ketika semua warga menghormati, menghargai
dan melaksanakan nilai-nilai tersebut,
maka warga yang diam di rumah panjang mengalami hidup yang penuh dengan kedamaian,
aman, bahagia dan penuh sukacita. Bukankah nilai-nilai ini juga dibutuhkan
dalam hidup berkeluarga dewasa ini.
Saudari-saudara yang terkasih dalam
Kristus.
Masa puasa adalah masa dimana secara khusus
kita meninjau kembali hubungan kita dengan Tuhan yang mulai renggang bahkan
putus karena dosa-dosa kita. Mungkin jalan yang kita tempuh sudah menyimpang
dari jalan yang dikehendaki Tuhan. Masa puasa adalah masa untuk bertobat,
kesempatan untuk kembali ke jalan yang
benar.
Sambil kita berdoa bagi keluarga-keluarga
yang manghadapi masalah dan dengan keyakinan bahwa tidak semua keluarga
mengalaminya, marilah di masa puasa ini kita
jadikan kesempatan untuk mawas diri,
apakah kita ikut ambil peran sehingga terjadinya banyak tantangan bahkan
kesulitan dalam hidup berkeluarga? Sebaliknya apa yang bisa kita lakukan agar
kesulitan-kesulitan tersebut bisa dikurangi?
Sehubungan dengan kepedulian terhadap alam lingkungan, kami ingin mengingatkan bahwa
rusaknya alam lingkungan mempunyai dampak yang tidak kecil pada kehidupan
manusia. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk meninjau kembali kebijakan kita
terhadap alam-lingkungan/lingkungan hidup. Di daerah-daerah dimana lingkungan/alamnya
masih luas, dalam mengelolanya hendaklah memperhatikan kepastian bahwa tidak
akan membuat kehidupan umat manusia menjadi lebih berat bahkan menderita. Di daerah-daerah perkotaan, sampah selalu
menjadi masalah. Kita bisa ambil peran agar sampah-sampah yang ada tidak
berdampak negatif bagi lingkungan. Semua dipanggil untuk menciptakan lingkungan
hidup yang sehat. Di banyak sekolah Katolik sudah diusahakan agar lingkungannya
menjadi hijau. Kiranya usaha ini masih bisa ditingkatkan lagi.
Marilah kita memasuki masa puasa ini dengan
keyakinan bahwa Allah tetap mencintai dan tidak pernah meninggalkan kita
umatNya, mahluk ciptaanNya.
“Dapatkah seorang perempuan melupakan
bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak kandungnya? Sekalipun dia melupakannya,
Aku tidak akan melupakan engkau!”(Yes.49,15).
Beginilah firman Tuhan:”berbaliklah
kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan
mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan,
Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia”(Yoel.2,12-13).
SELAMAT MENJALANI MASA PUASA.
Pontianak, pada Hari Rabu Abu, 1 Maret 2017
Mgr. Agustinus Agus
Uskup Agung Pontianak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar