Selasa (1/8/2017) malam sekitar pukul
18.00 WIB, Theme Song Asian Youth Day 2017 bergema di restoran Hotel Star yang
beralamat Jalan Gajah Mada, No 166 Pontianak. Suasana ini menandai perhelatan
penutupan AYD (live in) Keuskupan Agung Pontianak dimulai.
Peserta AYD live in Pontianak bergoyang dalam Theme Song Asian Youth Day 2017 |
Jargon/yel-yel Asian Youth Day 2017 mampu memicu
adrenalin setiap orang yang hadir untuk ikut meneriakkannya. Puji-pujian rohani
yang diserukan oleh Paduan Suara Alyans
Choir dan home band dari
Keuskupan Agung Pontianak melengkapi semaraknya suasana. Malam itu ruangan
restoran pun di setting ala lesehan
dengan tujuan agar peserta AYD dapat membaur satu sama lain dan dapat leluasa
bergerak.
Para Romo pun ikut bergoyang |
Mgr. Agustinus Agus
sampaikan rasa bangga bahwa Keuskupan Agung Pontianak boleh menjadi salah satu tempat live in AYD
tahun 2017.
Membaur lintas bahasa dan budaya |
“Pasti kalian yang berasal
dari Negara lain seperti Myanmar dan India mendapatkan pengalaman baru. Kalian
telah memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan keluarga-keluarga yang
ada dikampung. Bagaimana tinggal di tengah umat Katolik pedalaman terutama yang
berangkat ke Rumah Betang Dayak di Saham. Semoga pengalaman yang kalian miliki
menjadi wawasan dan bahan belajar kalian ketika pulang dari Indonesia”, tutur Mgr. Agustinus Agus Uskup
Agung Pontianak.
Kegembiraan dan sukacita yang meluap - peserta dari Myanmar, India, Panitia lokal |
Secara khusus Ketua Panitia AYD
2017 (live in) Pontianak, Romo Astanto, CM mengungkapkan rasa gembira karena AYD
2017 (live in) telah berjalan dengan baik dan sukses. “Luar biasa !”
Mgr. Pius Riana Prapdi (Ketua Komsi Kepemudaan KWI) dan Rm. Astanto, CM (Ketua Panitia AYD live in Ptk) |
Bagi Romo Astanto, CM, pelaksanaan AYD
2017 (live in) Pontianak adalah luar biasa dan membuat kagum bukan hanya bagi
panitia baik tingkat keuskupan tetapi juga bagi paroki-paroki yang menjadi
lokasi live in.
Home Band |
Partisipasi dari paroki-paroki itu
bahkan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten atau kota, pihak keamanan
serta masyarakat dalam menyukseskan perhelatan ini sungguh besar dan membuat
Romo Astanto, CM, kagum.
Lesehan dan bebas menikmati sungguhan acara |
“Umat dan masyarakat yang menjadi
lokasi live in sangat antusias dan ramah. Mereka
menyambut para tamu dengan sukacita,” ujar Romo Astanto, CM.
Kelompok angklung angkasa memukau - sarat nuansa keberagaman |
Kehadiran Mgr. Pius Riana Prapdi, Uskup
Ketapang yang sebenarnya bisa memilih kemana saja mau ikut live in AYD karena
beliau adalah ketua Komisi Kepemudaan KWI. Namun yang patut kita apresiasi
bahwa beliau memilih di Keuskupan Agung Pontianak. Juga untuk Mgr Agustinus
Agus yang benar-benar mendukung acara AYD tahun ini, sampai beliau ikut
blusukan minum kopi bersama OMK, tambah Rm Astanto, CM.
penampilan peserta Myanmar menakjubkan |
Usai sambutan-sambutan, seluruh yang hadir diundang untuk santap
malam bersama. Romo Damianus, CP didaulat untuk memimpin doa makan.
Mengusung
Tema Keberagaman
Panitia lokal AYD 2017 ke-7 (live in) telah
merancang perhelatan malam penutupan dengan tema keberagaman (ragam dalam
budaya). Tema ini merupakan turunan dari tema AYD 2017 : “Joyful Asian Youth! Living The Gospel in
Multicultural Asia” atau dalam dalam bahasa Indonesianya “Suka cita Orang
Muda Asia: Menghidupi Injil di tengah multikultural Asia”.
India tak mau kalah dengan goyangannya |
Paduan Suara Alyans Choir -- tampilkan lagu daerah nusantara |
Tarian budaya Batak |
Myanmar juga menampilkan tarian khas mereka. Orang Muda Katolik
(OMK) Dekenat Kota menampilkan tarian bernuansa Dayak, Melayu dan Tionghua
(tiga suku besar di Kalimantan Barat). Tidak kalah uniknya juga persembahan
tarian dari OMK Dekenat Singkawang, Bengkayang dan Sambas membawakan multicultural asia dance. India juga
menampilkan kebolehan mereka dengan tarian yang tidak jarang kita temui di
televisi yang adalah dance india. Gaya dan gerakan yang lincah membuat orang
terpana yang seolah-olah baru pertama kali melihatnya.
Joget Doleng Donado - Ala India |
Di tengah padatnya atraksi seni budaya yang harus ditampilkan malam
itu, Mgr. Agus tetap didaulat untuk membawakan satu buah lagu.
“Mau joget? Mari kita sama-sama joget dengan lagu “Doleng Donado” kata
Mgr. Agus.
Tarian Dayak |
Sontak semua yang hadir berjoget membentuk lingkaran besar di
ruangan tempat pesta berlangsung. Suara khas Mgr. Agus dan alunan musik yang
dimainkan oleh sdr. Lamen mampu pula menghipnotis Mgr. Pius Riana Prapdi, Uskup Ketapang serta peserta AYD 2017 dari
Myanmar dan India sehingga mereka pun larut dalam suasana joget Doleng Donado versi
Mgr. Agus.
Tarian Tionghoa |
Suara
dari OMK Myanmar dan India
Suasana bersahabat itu dirasakan oleh semua orang muda. Salah
satunya adalah Saw Bay Dar Hlaing peserta dari Myanmar.
Tarian Melayu |
“Serasa saudara, semua bersahabat
dan saling memahami. Mereka mengerti apa yang kita maksudkan meskipun
itu bahasa isyarat”, tutur Hlaing saat pulang dari Bandol, Selasa 1/08/2017.
Makan bersama - lesehan dan santai membaur |
“Cara hidup yang sederhana membuatku rasa tidak mau pulang dari
tempat penginapan. Aku merasa mendapatkan kekuatan, semangat dan harapan baru
setelah pulang dari live in.
Sepanjang perjalanan, aku selalu melihat ada hal yang unik dan boleh aku
pelajari. Ini merupakan pengalaman berharga dan akan sulit terlupakan”,
tambahnya.
Mgr. Agus - pukul gong tujuh kali - tanda kegiatan AYD 2017 live in Pontianak usai |
Sama halnya juga dengan Abu perwakilan dari Myanmar ketika ditanya
bagaimana perasaannya saat live in di Pontianak?
Romo Astanto, CM berikan cinderamata kepada Mgr. Pius Riana Prapdi |
“Dengan begitu banyak budaya, bahasa dan cara yang sangat khas,
membuat saya merasa enjoy dengan cara
hidup di Pontianak. Ada banyak hal yang boleh saya dapat kemudian ini menjadi
pengalaman baru yang pernah ada dalam hidup saya. Tarian dan musik serasa
merinding mendengarkannya, ujarnya.
Romo Alex Mardalis, Pr berikan cinderamata kepada perwakilan Myanmar |
“Semoga orang muda semakin memupuk iman dengan memperbanyak diri
untuk lebih sering mengikuti kegiatan yang berbasis rohani. Begitu juga
budaya-budaya lokal jangan pernah ditinggalkan. Karena itulah yang menjadi ciri
dan kekayaan kita pada suatu negara dan Gereja lokal”, tambahnya.
Mgr. Agus berikan cinderamata kepada perwakilan India |
Suasana penutupan AYD (live in) begitu spektakuler. Para peserta tampak antusias dan begitu
semangat. Sesekali, Jargon/yel-yel Asian Youth Day 2017
didengungkan. Malam itu OMK disatukan. Tak ada lagi perbedaan. Mereka menyatu
sebagai OMK yang siap menjadi sukacita injil. Menghidupi Injil di tengah perbedaan dan keberagaman budaya.
Sungguhan terakhir - Minuman Tuak Khas Dayak Kalbar |
Dan akhirnya pukulan gong sebanyak tujuh kali (ciri khas suku
Dayak di Kalbar) dari Mgr. Agustinus Agus menandai seluruh rangkaian kegiatan
AYD ke-7 tahun 2017 (live in) Keuskupan Agung Pontianak dinyatakan usai. Selanjutnya
peserta AYD (live in) akan mengikuti puncak acara AYD ke-7 tahun 2017 (2-6
Agustus 2017) di Yogyakarta.
Sebagai acara puncak Ketua Panitia
AYD live in (Romo Astanto, CM) memberikan cinderamata sebagai ucapan
terima kasih atas suksesnya penyelenggaraan AYD live in Pontianak kepada Ketua
Komisi Kepemudaan KWI (Mgr. Pius Riana Prapdi).
Sementara itu Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan
Agung (Romo Alex Mardalis, Pr) memberikan cinderamata kepada perwakilan dari
Myanmar. Sedangkan Mgr. Agus diminta memberikan cinderamata
masing-masing kepada perwakilan dari India, Keuskupan Sintang, Keuskupan
Sanggau, dan perwakilan dari Keuskupan Ketapang.
Usai pemberian cinderamata, seluruh perwakilan peserta AYD live in Pontianak
disuguhi minuman tradisional khas Dayak (tuak) yang ditaruh dalam potongan
bambu yang dibuat seperti cawang. Sebelum peserta meminumnya secara
bersama-sama dinyanyikan lagu “ pancung buluh muda” yang dipimpin oleh Mgr.
Agus, dan diakhiri dengan teriakan seperti memanggil ‘samangat’ (bahasa Dayak),
barulah tuak diminum.
Paulus Mashuri - Samuel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar