Jumat, 03 November 2017

TATA ULANG KAWASAN GUA MARIA ANJONGAN

Mgr. Agus Tata Ulang Kawasan Wisata Rohani Gua Maria Anjongan

Mgr. Agus bersama imam menuju altar
Realisasi penataan ulang kawasan Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan dimulai pada Minggu (29/10/2017) lalu dengan upacara peletakan Batu Pertama oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus.
Suasana Misa Penutupan Bulan Maria di Gua Maria Anjongan
Hadir dalam acara tersebut P. Fidelis Sajimin, Pr (Pastor Paroki Sungai Pinyuh), P. Andreas Kurniawan OP (Ekonom KAP), P. Alex Mingkar, Pr (Pastor Paroki Katedral Pontianak), P. Hermes, Pr (Pastor Paroki Serimbu), keluarga Van Aert (yang selama ini mengurus Gua Maria Anjongan/sekaligus pemilik tanah), Pak Andre (Arsitek), dua orang Suster Dominikan yang nantinya akan mengelola rumah retret, beberapa donatur, serta umat.
Umat yang hadir dalam misa
Diawali dengan Misa Penutupan Bulan Maria
Sebelum upacara peletakan Batu Pertama, Mgr. Agustinus Agus berkenan memimpin misa penutupan Bulan Maria di Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan pada pukul 09.00 WIB.
Ribuan umat memadati lokasi Gua Maria Anjongan
Ribuan umat penuh sesak memadati kawasan Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan.
Umat yang berada di tebing bukit
“Misa penutupan ini sangat special, karena sudah lama seorang Uskup tidak memimpin misa di Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan ini,” ujar Leo Van Aert kepada DUTA.
Umat usai misa yang ingin berdoa secara pribadi di Gua Maria Anjongan
Memang, sejak diresmikannya sebagai tempat doa dan ziarah, Gua Maria Anjongan selalu padat dikunjungi umat Katolik dari berbagai pelosok Kalimantan Barat. Tambahan lagi kali ini Uskup Agung Pontianak yang memimpin misa, semakin menjadi ‘magnet’ bagi umat untuk hadir.
Umat berdiri di dekat Baliho 
Alasan Penting Penataan Kawasan Gua Maria Anjongan
Menjelang berkat penutup, Mgr. Agus memberikan gambaran umum kepada seluruh umat yang hadir dalam Misa, mengenai alasan penting kenapa Gereja (Keuskupan Agung Pontianak) berkepentingan untuk menata ulang kawasan Gua Maria Anjongan.
Mgr. Agus menjelaskan gambaran umum pembangunan kawasan wisata rohani
“Inilah bentuk kepedulian Gereja dalam menyediakan sentra-sentra untuk pembinaan iman umat, lebih khusus lagi dalam hal menyediakan tempat doa dan ziarah (lokasi wisata rohani) yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang,” ujar Mgr. Agus.
Gua Maria Anjongan yang terletak di wilayah Paroki Sungai Pinyuh ini adalah milik Keuskupan Agung Pontianak dan nantinya akan dikelola dengan profesional, dalam artian ada yang mengurus dan memeliharanya.
Mgr. Agus memperkenalkan arsitek yang merancang kawasan wisata rohani
Tempat ziarah dan doa ini nantinya dapat dikunjungi kapan saja, tidak hanya pada bulan Mei dan Oktober seperti kebiasaan selama ini. Bahkan umat bisa menggunakannya sebagai tempat kegiatan rohani, karena disediakan rumah retret, kapel, aula pertemuan dan Jalan Salib.
Mgr. Agus memperkenalkan dua orang Suster Dominikan
yang akan mengelola kawasan wisata rohani
Gua Maria Anjongan yang berjarak 66,6 Kilometer dari pusat Keuskupan Agung Pontianak ini lokasinya sangat strategis karena letaknya di jalan utama (Jalan Raya Anjongan) sehingga mudah di jangkau, dekat dengan pasar, dekat dengan pusat Paroki Sungai Pinyuh, dan berada di pusat kecamatan Anjongan.
Sebelum berkat penutup, Ferdy S (penyanyi lokal)
diminta untuk menyanyikan lagu Ave Maria
Tambah lagi, Gua Maria Anjongan adalah salah satu Gua Maria yang sudah lama berdiri (29 April 1973) dan sudah tidak asing lagi ditelinga umat Katolik. Oleh karena itu, Mgr. Agus optimis penataan ulang kawasan akan berjalan dengan lancar.
Mgr. Agus memberkati air yang akan digunakan memerciki lokasi pembangunan
Sebagai bentuk realisasi rencana tersebut, Mgr. Agus telah membeli lahan seluas 3 hektar yang terletak di samping Gua Maria Anjongan. Dan sudah dibuat master plan-nya agar terencana dengan baik mulai dari penempatan lokasi-lokasi yang akan dibangun sampai pada perhitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk penataan ulang kawasan.
Memberkati batu pertama oleh Mgr. Agus
“Hal ini penting agar proses pengerjaannya tidak terhenti dijalan akibat dari kurang baiknya perencanaan awal,”tegas Mgr. Agus.

Mempertahankan Nilai Historis dan Kelestarian Alam
Berdirinya Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan memiliki nilai historis terkait dengan ‘pesan perdamaian’. Kala itu terjadi insiden  terkait operasi penumpasan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak/ Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PGRS/Paraku) atau dikenal pula dengan Peristiwa Mangkok Merah. 
Lokasi pembangunan diberkati
Kondisi politik di Indonesia di awal pemerintahan Presiden Soeharto, memang seakan-akan melegalkan tindakan pengusiran dan pembunuhan etnis Cina di Kalbar saat itu, tak terkecuali juga di wilayah Landak sampai Sungai Pinyuh (termasuk Anjongan).
Aksi pengusiran dan pembunuhan di Kalbar pada 1967, dipicu kebijakan diskriminatif negara yang menyebabkan sikap anti-China meluas di seluruh Indonesia.
Peletakan Batu Pertama pembangunan aula rumah retret oleh Mgr. Agus
Rekonsiliasi ditempuh pemerintah guna menyelesaikan berbagai tragedi kemanusiaan masa lalu, pasca G 30 S PKI 1965 di Jakarta, di mana Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai dalang.   
Kondisi ini pula yang mendorong beberapa orang untuk mengusahakan perdamaian di daerah Anjongan dan sekitranya. Mgr. Isak Doera, yang waktu itu masih menjabat sebagai Pastor ABRI bersama Antonius Lenardus Van Aert serta beberapa orang lainnya sepakat ingin membuat perdamaian antara kelompok yang bertikai dan mengajak mereka datang ke Gua Maria di Anjongan. Perdamaian pun terjadi, dan dari situlah nama Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan muncul sebagai simbol perdamaian.
Dengan mempertimbangkan peristiwa masa lampau itu, Mgr. Agus tidak ingin mengubah nama Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan karena memiliki nilai historis. Selain itu, dalam membangun kawasan wisata pun sedapat mungkin pohon-pohon yang ada di sekitar kawasan tidak akan ditebang.
“Saya ingin membangun dengan tetap memperhatikan kelestarian dan keindahan alamnya,” tegas Mgr. Agus.
Nilai historis lainnya yang dirancang di kawasan wisata rohani ini adalah membangun miniatur Katedral Pontianak yang lama. Dengan miniatur ini, setiap orang yang datang dapat mengetahui dan melihat bentuk awal Katedral Pontianak sebelum berdiri megah seperti saat ini. Dan bahkan foto-foto para uskup yang pernah memimpin Keuskupan Agung Pontianak akan dipajang di depan miniatur tersebut.
Kedepankan Nilai Ke-bhinekaan
Tahap awal dibangun rumah suster (susteran), rumah pegawai, dan aula rumah retret. Tahap berikutnya dibangun Jalan Salib, ruang makan dan unit-unit rumah penginapan.
Dalam membangun kawasan wisata rohani ini, nilai-nilai kebhinekaan yang ada pada masyarakat setempat akan dikedepankan.
Simbol-simbol nilai kebhinekaan itu akan tampak terutama pada pembangunan unit-unit rumah penginapan. Di mana nantinya akan dirancang unit rumah yang berciri khas etnis Dayak, Tionghoa, Melayu, Jawa dan etnis-etnis lain yang ada di Kalimantan.
“Di situlah letak dayak tariknya nanti wisata rohani ini,” ujar Mgr. Agus.

Khusus rumah penginapan akan dibangun dua unit berkelas hotel kecil, dengan satu kamar, satu tempat tidur, WC dan kamar mandi.
Wawancara Mgr. Agus dengan RUAI TV Kalbar
Selain itu akan dibangun 4 unit rumah penginapan yang setiap unitnya memiliki 6 kamar. Akan dibangun juga sebanyak 6 unit rumah penginapan yang setiap unitnya memiliki 4 kamar.

Di depan bangunan aula yang diperkirakan dapat menampung sekitar 400 sampai 800 orang ini, akan didirikan sebuah plaza. Dan di halaman parkir direncanakan akan dibangun Patung Santa Bernadeth.
 Mgr. Agus sampaikan ucapan terima kasih
kepada
Keluarga Van Aert dan umat setempat yang telah memberi dukungan
Situasi ini sengaja diciptakan agar nanti bisa dirancang kegiatan pawai lilin seperti di Lourdes disetiap bulan Maria. Pawai lilin bisa dimulai dari Patung Santa Bernadeth lalu berkeliling sampai di Plaza dengan Berkat Sakramen Mahakudus dan berkahir di Gua Maria.

”Itulah mimpi saya. “Boleh enggak saya mimpi?” tanya Mgr Agus. “Boleh …” gemuruh jawaban umat.

Bahkan lanjut Mgr. Agus, dirinya bermimpi akan membangun Patung Kristus Raja di atas puncak di kawasan tersebut dengan ketinggian sekitar 33 meter, sehingga patung ini nantinya akan terlihat dari Jalan Raya Anjongan.

“Doakan dan dukung saya untuk mewujudkan mimpi ini,” pinta Mgr. Agus.

Mgr. Agus Sampaikan Ucapkan Terima Kasih dan Mohon Dukungan Semua Pihak
Dapat dimulainya penataan ulang kawasan wisata rohani Gua Maria Anjongan tidak terlepas adanya andil dari keluarga Van Aert sebagai pemilik tanah. Keluarga Van Aert telah bersedia menjual tanahnya kepada pihak Keuskupan Agung Pontianak seluas 3 hektar.
“Untuk itu semua, saya mengucapkan terima kasih kepada keluarga Van Aert,” ujar Mgr. Agus.

Selanjutnya, lanjut Mgr. Agus, untuk membangun kawasan wisata rohani tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Kebutuhan dana antara 10 sampai 15 milyar.

“Ini proyek besar Keuskupan, bukan proyek ordo atau tarekat tertentu. Oleh karena itu saya mengharapkan dukungan dari semua pihak. Kita punya 27 paroki. Kita akan cari 15 paroki yang bisa membantu dan menyumbang untuk Jalan Salib (15 perhentian) dengan patung setinggi 2 meter,” harap Mgr. Agus.

Selain mengharapkan bantuan donatur, Mgr. Agus berencana menjual kamar-kamar yang akan dibangun.

“Saya akan jual satu kamar 30 juta rupiah, dan nama pembeli akan diabadikan di setiap kamar. Tuhan tidak menuntut itu, tapi saya manusia menghormati orang yang menyumbang,” ujar Mgr. Agus.

Meski jumlahnya kelihatan besar, Mgr. Agus yakin kalau paroki, umat, dan keuskupan bekerja sama maka akan terasa ringan mewujudkannya.
“Tempat ini akan menjadi kebanggan umat Katolik Keuskupan Agung Pontianak, bukan kebanggaan saya sebagai Uskup,” ujar Mgr. Agus.
Oleh karena itu, Mgr. Agus sangat menekankan adanya partisipasi semua pihak. Siapa saja boleh menyumbang, sehingga wisata rohani  Gua Maria Ratu Pecinta Damai Anjongan ini menjadi kebanggaan bersama.

Yang ingin membantu bisa menghubungi (0561) 731280 atau 0812 5233 8650. Sumbangan dana bisa juga langsung disalurkan lewat Rekening BCA 512 5678 901 an Keuskupan Agung Pontianak.

Saat beban hidup kian mendesak dan kepala mulai penat dengan berbagai permasalahan, kita tentu membutuhkan istirahat dan kembali menyegarkan pikiran. Tak ada pelipur lara yang lebih indah daripada Sang Pencipta sendiri. Dekatkan diri pada Sang Ilhai, karena Dia yang bisa menjawab setiap pergumulan kita. Langkahkan kakimu dan berziarahlah.


Semoga penataan ulang kawasan Gua Maria Anjongan menjadi tempat wisata rohani dapat terwujud dan menjadikannya oase bagi mereka yang haus akan Tuhan. **** PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar