Mgr. Agus - (foto penakatolik) |
“Dari kampung turun ke
pasar, dari pasar naik ke Altar” demikian judul materi yang dipresentasikan
oleh Mgr. Agustinus Agus pada kegiatan simposium dalam rangka Pekan Teologi
2018 Fakuktas Teologi, Center For Religious Studies and Ethics, dan Institutes
of Religion dari Universitas Santo Tomas Manila.
Pekan Teologi ini berlangsung
dari tanggal 26 Februari hingga 2 Maret 2018 dengan tema : Church in Communion:
Theology and Expression.
Dalam durasi kurang lebih satu jam lima belas menit, lengkap dengan sesi tanya jawab, Mgr. Agus mencoba memaparkan,
memberi penjelasan dan pemahaman kepada peserta simposium bagaimana pentingnya nilai-nilai
yang hidup di masyarakat kampung untuk dipertahankan.
Dimulai dari kampung saya
dilahirkan, dan saya sangat bangga dengan kampung. Tidak dapat dipungkiri lagi
jika berasal dari kampung maka, tentunya ada yang memandang rendah saya sebagai
orang yang berasal dari kampung. Ada yang mengatakan ‘kampungan’ alias low
class (kualitas standar) dan umumnya miskin, ujarnya.
Tetapi, meskipun dikatakan
demikian, tetapi saya sangat senang dengan hal itu. Sebab dari sanalah saya
banyak belajar tentang kehidupan, bagaimana rasa bersyukur atas apa yang telah
diperoleh, tambahnya.
Di dalam presentasinya, Mgr.
Agus juga membahas bagaimana filosofi dari Long
House bin Rumah Panjang (bahasa Indonesia) atau Rumah Betang lazimnya di Kalimantan Barat yang memiliki simbol
persaudaraan dan persaudaraan yang selaras dengan tujuan karya misi Gereja
Katolik. Dimana dalam rumah panjang ini memiliki ruang-ruang yang menunjukkan suatu filsafat kono, ada
berarti persaudaraan, saling berbagi, saling melindungi dari serangan yang
tidak diinginkan, ulasnya.
Dalam konteks ini, arti
ekaristi sangat mudah dipahami oleh orang Dayak sebagai berbagi. Di sinilah
kita perlu mewartakan dan mengajarkan nilai hidup bersama dalam persekutuan
Gereja berdasarkan nilai-nilai yang ada di rumah panjang.
Dalam budaya Dayak, banyak
sekali kekayaan antara lain seperti pakaian tradisional, beragam bahasa,
makanan, dan yang populer sekarang adalah tato. Dalam rumah panjang, ada yang
sebagai pengobat, ada yang pekerja, ada yang berkemas, ada yang mengasuh, ada
yang mengajar, dan ada yang membawa pada spritual rohani sebagai keluarga dalam
rumah panjang. Rumah panjang boleh dikatakan sebagai simbol keharmonian antar
sesama keluarga dengan menjaga dan menjunjung tinggi nilai moral di tengah
hidup masyarakat, urainya.
Damai dan keharmonian
merupakan alternatif yang baik untuk mencapai hidup yang lebih baik di tengah
masyarkat Dayak, yang awalnya dipandang sebagai sebuah perpecahaan. Dan
kehadiran misionaris merupakan suatu berkat yang luar biasa dalam mengubah pola
pikir serta untuk hidup lebih baik dan bijak.
Dari kampung dan pasar, Mgr.
Agus mengajak para peserta simposium untuk naik ke altar, tempat Tuhan dan
manusia saling bertemu. Di sini Mgr.
Agus menggambarkan Tuhan hadir dalam segala keindahan ciptaan-Nya. Mgr. Agus
melukiskan bagaimana indahnya aliran sungai kapuas dan hutan tropis Kalimatan
yang konon katanya mampu menyaingi hutan Amazon, dan saat ini kondisinya sudah
semakin menyedihkan karena hutan banyak dibabat untuk jadikan perkebunan sawit.
Mgr. Agus saat menerima penghargaan (foto: penakatolik) |
Dalam konteks ini, Mgr. Agus mengatakan filosofi yang hidup dalam
Suku Dayak tentang : “Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’
Saruga, Basengat Ka’ Jubata" secara tidak langsung
telah menegaskan bahwa
dalam hidup ini kita harus bersikap adil, jujur tidak diskriminatif,
terhadap sesama manusia, dengan mengedepankan perbuatan-perbuatan baik seperti
di surga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Semua ciptaan berasal dari Tuhan. Kita harus hidup bersama secara
harmonis.
Oleh karena itu, Mgr. Agus berharap, para mahasiswa teologi dapat lebih
menggali makna dari hubungan budaya lokal dan orthopraxis. “kita
bisa berubah, tapi yang tidak boleh berubah adalah nilai-nilai yang ada dalam
hidup kita”. Hal ini juga yang sering Mgr. Agus ingatkan dalam setiap
kesempatan kepada para imam bahwa meskipun sudah menjadi imam, nilai-nilai yang ada di kampung asalnya tidak
boleh ditinggalkan.
Sebagai umatnya yang ada di
Pontianak, kita patut berbangga bahwa Uskup kita Mgr. Agus dipercayakan menjadi
salah satu pembicara dalam simposium di Universitas Santo Tomas Manila. Selanjutnya, sesuai bocoran yang diperoleh
DUTA bahwa akhir Maret mendatang, Mgr. Agus akan memberi Rekoleksi Prapaskah
Komunitas Katolik Indonesia Hong Kong (KKIHK) 2018 bertempat
di Ballroom Clubhouse The Legend, 23 Tai Hang Drive Hong Kong. Semoga sukses!!
Paul
- Semz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar